Disini tertulis segala hal yang menjadi bagian dari goresan di atas kertas kehidupan sebagai sketsa dari gambar yang membentuk diriku.

Jumat, 26 Agustus 2011

Tak Selayak dan Sepantasnya, Kita Hancur Hanya Karena Satu Alasan : KEEGOISAN

Entah lah..
Jari yang ini yeng menuliskan
Ungkapan-ungkapan kecil mata hati
Membentuk alunan tulisan
Yang kadang lebih indah dari pelangi
Atau malah lebih kelam daripada hitam

Hati ini menuntun
Menjadi mata kemana  aku harus memulai
Dan penjadi penyiksa ketika jari ini tak ingin memulai

Di tengah detik jam yang terus berputar di malam ini. Entah kenapa selau hadir pikiran2 yang kemudian mengganjal hati. Aku tak ingin lagi menyalahkan waktu. Karena memang dalam hal ini bukan masalah mengenai waktu. Di malam ini, yang hadir di  otakku adalah perasaan. Aku berpikir tentang perasaan.
                “Karena mungkin memang, orang hanya mau membagi hatinya dengan orang yang mau berbagi hati, bukan dengan orang yang hanya mau menerima hati, namun orang tersebut tak ingin berbagi hati”

Kemunkinan itu aku dapat setelah aku mencoba mengamati apa yang ada di sekelilingku. Teman, sahabat, keluarga atau mungkin bahkan pacar semuanya demikian. Hanya mau berbagi hati dengan orang yang mau berbagi hati dan bukan hanya yang ingin menerima hati saja. Lalu kalau demikian, bagaimana nasib orang yang memang dari awalnya sulit untuk berbagi hati? Dengan orang yang sebenarnya ingin berbagi hati namun tak ada yang ingin membagi hati dengannya? Bukankah ini tidak adil? Oh, mungkin yang tidak adil itu aku. Sebab, aku yang membuat sendiri pikiran ini. 

              Aku menjelma menjadi seorang yang egois ternyata. Karena aku memperjuangkan hatiku sendiri. Banyak yang ingin membagi hatinya denganku, namun tameng keegoisanku yang menutupinya. Aku berjalan sendiri dalam perang, aku tak menghiraukan semuanya. Hingga aku sadar, hanya aku yang tertusuk pedang dalam perang ini. Aku terluka. 

                Namun, entah kenapa orang-orang yang ingin membagi hatinya denganku malah tetap menghiraukan lukaku. Mereka datang, menuntunku, mencoba mencarikan kesembuhan untukku. Sampai aku tak sadar, bahwa mungkin diantara mereka ada juga yang terluka karena lukaku.

                Maafkan aku, tak selayak dan sepantasnya. Kita hancur hanya karena satu alasasn : KEEGOISAN.
0

Anna's Chibi





Terinspirasi dari Priangga Andrew Wirawan yang bilang aku kayak naomi, tokoh jepang ndut n jelek. Penasaran deh, tokoh naomi tu kayak apa. Takirain sejenis tokoh di kartun atau komik begitu. Begitu aku buka leptop sama hape, aku coba search deh. Dalam perjalanan search-ku, bertemulah aku dengan Harjito Indrajati. Dia bilang, pasti yang namanya naomi tu bintang film bokep. Wow, sontak ya aku kaget lah. Mosok bintang film bokep tokohnya ndut n jelek kayak kata Angga. Harjito meneruskan, kalau misalnya dia bukan bintang film bokep, minimalnya pasti pernah pake bikini di depan umum. Soalnya orang-orang sana orang yang profesional dan pegangan mereka cuma kepercayaan, jadinya buat narik perhatian mereka pada pake bikini deh. -.- a. Setelah dijelaskan panjang lebar sama eyang kakung itok ini, berhentilah diri ini mencari lebih jauh mengenai naomi. Takut, ntar ndak salah masuk ke alamat web yang aneh2.. hiii. x)

Udah berhenti nge-search lewat leptop, aku bukak hape. Buka facebook mini, terus waktu halaman home tertampil, di bagian hot news ada statusnya Faisal Fatchur Rahman. OIYA! aku inget, faisal kan pinter banget bikin tokoh2 manga gitu (aku pengen manga rasa mango!) . Yey, pupil mataku membesar. Ku utak - atik hapeku mencari layanan pesan. Dan kutulis lah sms untuk Faisal yang baik hati dan penyayang ini.

Sal, gambarin manga donk.. :D
Satu menit, dua menit, tiga menit dan seterusnya.. kok gak ada balesan ya. Eh, kok ada yang bisik2 di otak kiriku ya? Otakku bilang, "Lagi bobok siang kali, Nna? Kamu gak bobok? Udah ngantuk to hayoo??". Ihirr. Otak kiriku kok ngerti banget sih apa yang tak pengenin.

Tapi sayangnya, setelah tiga puluh detik merem. Otak kananku nyletuk keras banget, bikin aku melek lagi! "Hei , Nna! kandang Hamster dibersihin! ntar ndak baby hamsternya pada sakit! Ayok bangun." Dan bangunlah saya.

Setelah aku bersihin kandang hamster, ada sms dari faisal. Setelah bernegosiasi akhirnya disetujuilah permintaan saya. Hehehe. Tinggal menunggu lagi ni.

Too bad. Sekarang malah otak kananku yang ngajak bobok. Eh, otak kiriku nglarang! aku disuruh ngerjain tugas bahasa indonesia. EYD! dan itu bikin pusing, gimana enggak ni tugas pe.er pake adobe flashflayer. minimal nilai 90, e baru ngerjain pertama 100 soal nilainya cuma 64! Ulangi lagi 72! Yak ampun, aku harus ngulangi berapa ratus soal lagi ni biar bisa dapet nilai minimal 90??Oh my God.

Tapi, senengnya setelah ini ada sms.
Uda tak uplod tu nna, tp gambar gagal smua.wkwk. maklum
Hwii! segera aku buka facebook dan terlihatlah gambar ini! yak ampun lucu banget-menurutku! Ndut rambut panjang pake pita! Suka deh sama gambarnya (soalnya yang digambar lebih cantik-hehe). Hahahaha.. Much Obliged deeh, kembangkan yak!

This is Anna's Chibi!




0

Rabu, 24 Agustus 2011

Dan aku apa? Part 5


Note: Mungkin kalian sudah lupa kisah yang lelu tentang cerita ini. Ini adalah bagian kelima dari cerita Dan Aku Apa. Kisah ini bercerita tentang persahabatan tiga orang remaja kelas dua SMA, Hans, Vivy dan Aya. Dan Hans – Aya adalah seorang pasangan kekasih dalam persahabatan tersebut. Walaupun dalam persahabatan tersebut terdapat satu pasangan kekasih, namun mereka tetap dekat dan tak pernah mengkotak-kotakan. Kisah sebelumnya bercerita kalau Hans menitipkan surat beramplop biru untuk Aya. Ternyata surat itu berisi suatu pemberitahuan kalau si Hans akan pergi ke Singapura untuk menjalani operasi cangkok ginjalnya. Di surat itu juga ada kalung untuk Aya. Namun, aya merasa ada yang aneh, kenapa yang diberitahu bukanlah si Vivy? Yang notabene adalah kekasih Hans? Beberapa bulan kemudian tiba-tiba Ibu Hans menelepon Aya dan memberitahu bahwa Hans telah koma. Sontak, Aya dan Vivy menjadi kaget dan sedih. Ini dia kisah selanjutnya.

Lalu, dari telepon itu, ibu itu mengaatakan kalimat yang mungkin benar-benar bisa membuat jantungku dan jantung vivy berdetak lebih cepat dan lebih keras dibanding dengan  ledakan tabung gas tiga kiloan….

“Hans koma, aya.. ”
……
Deg! Jantungku serasa berhenti berdetak. Argh! Apa ini?
“Halo, Aya?” Ibu itu kembali memanggilku. Namun, suaraku seperti telah tercekat di leher. Ingin kukeluarkan, namun hatiku tak mengijinkannnya. Hati ku sesak. Tubuhku lemas. Vivy yang berdiri di depanku pun terlihat semakin buram.

Vivy mendekatiku, raut mukanya pun mulai memfotocopy raut mukaku. Namun tetap saja, dia terlihat lebih cantik. Di mendekatiku, menahan kedua lenganku agar aku tidak jatuh terduduk. Sial. Kenapa dia terlihat lebih  tegar daripada aku. Aku menyerahkan hanphone yang dari tangan kananku. Dia pun menerimanya, dengan menarik satu tarikan nafas panjang, aku memperhatikan. Kukira dia akan menerima telpon itu sendirian, sialnya ternyata dia memencet tombol loudspeaker dan meletakkan di lantai kamarku. Arghh… Aku lemas. Kenapa tidak kau dengar sendirian saja, vy? Aku sudah tak kuat menahan semua ini. Hiks. Aku terisak.

Vivy memandang ke arahku. Dan dia mulai berbicara kepada ibu Hans.

“Tante, ini Vivy.” Mata vivy pun ikut berkaca-kaca. “Hans koma tant?” 

“huft. Iya, tolong ya. Kalian coba ngomong sama Hans. Tapi yang agak keras. Semoga dengan Hans denger suara kalian, dia jadi cepet sadar.”

Vivy memandang kearahlu yang mulai terlihat kacau dengan ingus dan air mata yang terus saja menetes dari hidung dan mataku. Dia menarik nafas, kemuadian mengangguk. Sambil menepuk bahu kiriku dia berkata. 

“Ay, kita coba ngomong ke Hans ya? Kita gak boleh nyerah. Kita harus bisa bangunin Hans, ay.”  
Aku yang sudah tak bisa berkata-kata lagi hanya bisa mengangguk.

“Hans.. Hans…” Vivy mencoba berbisik di telepon itu. Namun tak ada jawaban. Jelas, orang koma bagaimana bisa menjawab. Sedikit terbesit dalam pikiranku. Aku belum gila, bagaimana aku harus berkata dan berbasa-basi kepada orang yang seperti ‘tertidur’, sedang aku berbicara kepada orang yang hidup aja sudah sulit. Aku hanya diam seraya melihat Vivy berbisik dan berulang kali memanggil nama Hans. Dia begitu tegar.

“Ay, ayo coba panggil nama Hans, Ay. Biar dia bangun.” Aya membujukku. Aku menggelengakan kepala. Tidakkah dia berpikir, aku sudah tak bisa berkata pa-apa lagi, Nafasku suah sesak, dadaku naik turun menahan isak tangis. 

“Ayo, ay” Vivy meminta, dan aku pun masih menggeleng. Aku tidak mau, vy, Aku tidak mau. Itu akan membuat hatiku bertambah sakit. Ucapku dalam hati.
Seperti bisa membaca pikiranku, vivy pun berkata lagi. “Kalu begitu, kita berusaha bersama saja. Okey?” Aku mengangguk.

Dengan isyarat jari tangan menghitung satu sampai tiga, di hitungan ketiga keluarlah suara dari mulutku dan mulut Vivy.

“Ha..hans..hanss”  Ucap kami terdengar agak bersamaan,  namun  suaraku terdengar sumbang karena menahan ingus di hidungku yang berdesak-desakan ingin keluar dari hidungku ini.
Namun, yang kami herankan adalah suara balasan dari handphone tersebut.

“HALO  AYA-VIVY ! Ha..ha… ha” Ngek ngok! Itu suara Hans! Pupil mataku membesar. Vivy pun demikian. Beranjak kami berdiri sambil mengangkat hape yang tadi kami letakkan di lantai kamarku tersebut.

“HA..HANS!” Vivy berteriak. Aku hanya terdiam dan terlihat bingung, tapi senang juga. Apa yang sebenarnya terjadi. Tapi ibu Hans bilang kalau Hans koma. Tapi kenapa suara Hans bisa membalas sapaan kami? Aku menghapus air mata dan ingusku. Mendekati Vivy dan menunggu apakah yang akan diucapkannya selanjutnya.

“HAHAHAHA. Iya ini aku, aku tadi Cuma bercanda kalau aku koma kok. Aku Cuma pengen tau, gimana ekspresi kalian. Hehehe. Piss yaa??” Jawab Hans di seberang telepon.
Dan yang aku pikirkan saat itu adalah, betapa bodohnya diriku. Gampang sekali aku larut dan jatuh menangis tersedu-sedu saat mendengar dia koma. Sial! Aku benar-benar merasa bodoh saat itu.

“Dasaar hans! Kita panic banget tau gak sih? Aya aja sampe nangis-nangis gak bisa ngomong apa-apa. Jahat kamu ah Hans.” Ucap vivy membalas kalimat dari Hans.

“Beneran? Aya sampai nangis-nangis? Cengeng ah. Boleh aku ngomong sama aya, vy?”

Sebel. Aku benci kata-kata Hans. Memang aku cengeng. Terus mau apa?  Tidakkah kau kau tahu, namamu dan dirimu itu sudah menyelami hatiku, hingga sampai sudut-sudut hatiku mungkin sudah terselipi namamu, Jadi, setiap hal yang menyangkut dirimu hal itu akan berpengaruh juga kepada hatiku.  Dan jika hal itu sudah terjadi, aku tak yakin hati dan otakku mampu bekerja secara sinkron. Aku sudah tak bisa lagi mengendalikannya. Dan aku benci akan hal ini. Ini terlalu berlebihan bagiku. Dan aku apa? Aku bukan apa-apa untukmu!

Aya menyodorkan hape ke arahku, Namun aku menolaknya. “Aya gak mau, Hans. Kamu jahat sih? Terus gimana kamu, udah sembuh?” Vivy kembali berbicara lagi kepada Hans.

Oiya, Hans baru saja sakit. Aku hampir lupa akan hal itu. Kalau begitu, aku harus melepaskan rasa sebel ini.
“iya dehh, maaf. Iya, aku dah baikan kok aku kan dah janji bakalan sembuh dan bakalan bareng-bareng sama kalian lagi. Besok aku pulang. Jemput jangan lupa ya, ntar  aku sms kapan kira-kira aku sampe di Jogja.Okey?”

“Siap Hans!” Jawab Vivy sangat bersemangatnya. Sebenarnya pembicaraan Vivy dan Hans belum selesai. Mereka masih terus saja asyik ngobrol lewat hape.

Aku memperhatikan Vivy yang mengobrol itu. Aku tak mau mengganggu mereka, so aku hanya diam saja. Pertanyaan konyol pun melayang di otakku. Singapura tuh di luar negeri kan? Emangnya kalau telpon tuh gak mahal ya?

Sudahlah, lebih baik aku menyingkir saja. Dengan berdalih ingin pergi ke toilet. Aku keluar kamar, meninggalkan vivy yang sedang asik mengobrol dengan Hans di kamarku.

Awas saja kau Hans, aku tak akan menjemputmu besok. Argh! Tapi aku merasa diriku ini munafik, di  satu sisi aku senang mengetahui bahwa Hans akan kembali ke jogja. Disisi lain aku merasa sedih, berarti setelah ini aku harus bersiap untuk merasa sakit. Berada di tengah –tengah vivy dan Hans. Aku juga bodoh, kenapa aku harus memiliki perasaan seperti ini. Perasaan yang seharusnya tidak boleh tumbuh di tengah kami. Kalau orang berkata ingin memiliki mesin waktu, aku ingin memiliki mesin hati saja. Sehingga aku bisa menyusun rasa-rasa di hatiku ini sesuai yang aku mau. Agar aku bisa membuat suasana menjadi lebih baik, bukan seperti sekarang ataupun seperti dulu saat semua ini belum terjadi. Karena yang aku inginkan bukan hanya kebahagiaanku saja, tapi juga kebahagiaan sahabat-sahabatku. Aku ingin vivy dan Hans bahagia seperti hubungan mereka saat ini jika ini takdir mereka. Makadari itu, aku ingin memiliki mesin hati yang bisa membuat rasa ‘sakit ’ ini menjadi rasa manis, yang mungkin bisa memaniskan hubungan mereka.

Huft. Sesampai di depan cermin di wastafel kamar mandi, aku berhenti. Membasuh mukaku dengan air kran. Lalu tanganku secara reflek mengambil sesuatu dari saku rokku.

“Hans, lalu bagaimana dengan ini? Kalung ini membuatku lebih sakit. Karena kau telah membuatkku merasa istimewa. Ini cantik sekali, Hans.” Bisikku, sambil memandang kalung yang dulu diselipkan Hans di amplop biru kepergiannya. Kalung perak berliontin bunga krisan biru.

2

Dan Aku apa? Part 4

Raut mukanya berubah. Dia yang tadinya masih terlihat ceria dan segar, tiba-tiba berubah menjadi memerah, sendu. Dan di ujung matanya aku melihat suatu bendungan. Bendungan air mata. Aku menebak. mungkin beberapa detik lagi air matanya akan menetes. Dan dugaanku benar.

“Hans jahat..hiks” Ucapan pertama yang keluar dari mulutnya setelah surat itu habis dibacanya. Dia menangis. Reflek saja, aku langsung mendekatinya dan memeluk tubuhnya yang beraroma buah strawberry itu. Manis sekali wanginya, pikirku. “Hans jahat ay, kenapa dia gak ngasih tau aku sebelumnya..hiks. Dia anggap aku apa, paling enggak kan aku bisa kasih support ke dia..”  Dia masih memelukku. Dan seperti sebuah sugesti, tangisannya menghipnotisku, memaksaku untuk kembali menangis. “Jahaatt…” Kembali kata terucap diantara isak tangisnya. Dan sejak kata itu keluar, akulah yang merasa tersindir. Karena aku egois telah menjadi orang pertama yang menerima kabar ini. Bukan malah si Vivy, pacarnya. Siapa aku? Dan aku apa? Aku bukan siapa-siapa. Hanya seorang pengagum kecil, yang hanya mengharapkan sebuah senyum manis dan perhatian.  Okh, Hans. Kau memang sungguh bodoh. Bodohnya dirimu, telah mengikat hatiku.

“Hans ngomong ke kamu ya, ay? Dia bilang apa? Ada pesan apa nggak?” Ucapnya kembali sambil melepas pelukannya dari tubuhku. Aku mengangguk sambil menghapus air mata yang mengalir diantara pipinya yang halus itu. “Dia bilang, aku harus memberitahumu. Dia minta doa.” Hanya itu yang bisa aku katakan padanya. Tentu saja aku belum memberitahunya tentang benda berkilau itu, karena aku menganggap benda itu diberikannya untukku. Okey, aku kembali bertindak egois.
“tentu, aku bakalan doain dia terus. Tiap hari. Tiap waktu. Tiap aku inget dia, aku bakalan doain dia terus. Aku yakin pasti Tuhan bakalan sembuhin dia.. Aku sayang Hans, ay..” Aku tersenyum. Vivy benar. Dia sayang Hans. Haha, hatiku sakit. Aku mengagumi orang yang salah. Hans sudah memiliki Vivy, yang akan selalu memberikan kasih sayang yang manis untuknya seperti tahun-tahun yang sudah berlalu. Sekarang, aku merasa menjadi sebuah noda yang mewarnai hubungan mereka.

***

Sudah tiga minggu berlalu. Dan hari-hariku dan vivy selalu dihiasi doa-doa kecil untuk kesembuhan Hans. Namun, tidak seperti hari-hari sebelumnya., vivy menjadi lebih pendiam.

Hati itu malam minggu, Vivy sedang berada di rumahku. Waktu itu dia ingin menginap di rumahku.

Tentu saja, alasannya karena kami memilliki banyak proyek tugas, dan date line tugas itu adalah senin besok. Huh, semakin lama aku merasa jenuh untuk sekolah. Aku mulai bosan dengan tugas dan pelajaran2 yang semakin lama semakin berat saja. Belajar, kata mereka sebagai seorang siswa memang memiliki kewajiban untuk belajar. Tapi kalo sudah bosan, terus harus gimana donk? Hoammm.. Sudahlah, aku mulai mengantuk bila harus membahas tentang pelajaran.

Malam itu sekitar pukul setengah delapan kurang lima menit. Kami sedang berada di kamarku. Vivy sedang mengutak-atik laptopnya dan aku sendiri sibuk di depan jendela untuk melihat bintang di langit yang malam itu terlihat banyak bertebaran di langit sambil memeluk bonekaku yang paling aku sayang. Yap, aku suka langit malam. Langit dimana banyak bintang yang bertaburan, memberikan warna yang beragam . Tak lupa, aku memanjatkan harapan-harapan kecil pada bintang-bintang itu untuk kesembuhan Hans.

Tiba-tiba, nada dering spongebob dari hapeku berbunyi.. Telepon, pikirku. Kuraih hapeku yang sebelumnya berada di atas meja. Kulihat nickname kontak yang menghubungi hapeku itu. Buram, tak jelas. Tentu saja, aku belum memakai kacamata.

Kukenakan kacamataku dan kubaca kembali, disitu tertuli.. “Hans!” langsung aku angkat telepon itu. “Halo?” Bersamaan dengan itu vivy beranjak dari tempatnya dan mendekatiku. Mungkin dia juga terkejut dengan teriakanku yang menyebutkan nama Hans. Dia merebut hapeku dan langsung memasangnya di telinganya. Okey, kubiarkan saja, walaupun sebenarnya tak rela…

“Halo??Halo??Hans??” Langsung saja suaranya terlihat bersemangat di dalam telepon itu. Vivy melihatku. Mungkin karena dia memperhatikan wajahku yang juga tak sabar ingin mendengar kabar tentang Hans, dia jadi memencet tombol handsfree, sehingga kami berdua bisa mendengarkan suara dari telepon itu dengan keras. “Halo?” Suara seorang wanita yang kudengar. Mungkin itu ibu Hans. “Tante, bagaimana kabar Hans tante? Hans mana, tant?” Baguslah, Vivy bisa langsung mengenali suara itu. Ya aku tidak heran sih, wong pacarnya Hans, anaknya sendiri gituh?

“ini, vivy ya? Vi, boleh ngomong sama Aya gak? Disitu ada??” Vivy melirikku. Astaga,aku  sangat terkejut adalah, suara sendu Ibu itu menanyakan aku, bukan malah vivy . Okh my God. Aku butuh Oksigen.

“Ini saya Aya, tante? ada apa? ” Aku menjawabnya langsung. Haduhh, aku sangat tidak enak hati dengan vivy.

“Dek, tante minta tolong ya, coba ngomong sama Hans…hiks”. Aku heran, kenapa tiba-tiba ibu Hans menangis. Apa yang terjadi dengan Hans, feelingku sudah tak enak. Begitu juga dengan vivy, hal itu bisa kulihat dari pancaran matanya yang semakin tak jernih saja. Please, vy, jangan nangis sekarang donk… Ntar aku ndak ketularan kamu nih.. pintaku dalam hati.

Lalu, dari telepon itu, ibu itu mengaatakan kalimat yang mungkin benar-benar bisa membuat jantungku dan jantung vivy berdetak lebih cepat dan lebih keras dibanding dengan  ledakan tabung gas tiga kiloan….

“Hans koma, aya.. ”
……


(setengah tamat)
0

Selasa, 23 Agustus 2011

Keep Fighting

Udah mendekati hari ke 30? Sepertinya aku harus menambah checklist lagi. Ayo berjuang ! Pantang Menyerah. Masih ada hari esok, kalau gagal, coba llagi, gagal lagi, coba lagi. Tuhan gak akan membiarkan anaknya jatuh dan sakit untuk berkali-kali. Mungkin itu hanya sebagai intermeso bahwa kita memang harus berusaha lebih keras lagi. Mencoba memang lebih baik, daripada hanya duduk diam dan tidak mendapatkan apa-apa? So, Keep fighting!
0

Senin, 22 Agustus 2011

Penasarankah aku?


Aku memang bukan seorang pembaca hati yang ampuh. Yang dapat membaca dengan mudahnya apa yang sedang dirasakan orang lain melalui matanya, sikapnya, kata-katanya dan semua hal tentangnya. Aku bukan seorang yang unggul dalam rasa peka. Yang mampu menanggapi dengan tepat apa yang memang seharusnya aku lakukan apabila mengalami semua hal ini dan semua hal yang berkaitan dengannya denganmu. Mungkin aku memang seorang yang egois, berlaku sesuai dengan apa yang dilakukan oleh diriku. Sekali lagi oleh diriku, bukan hanya oleh hatiku saja ataupun otakku saja. Sebab, suatu waktu hati dan otakku tak mampu untuk bekerja secara sinkron. Jadi aku mengatakannya secara global saja, oleh diriku. 
Dan suatu waktu apabila dirinya dirimu bertingkah sedikit aneh kepadaku. Kepekaan diriku (sekali lagi bukan hatiku saja ataupun otakku saja) yang mungkin bila masuk dalam jawaban soal tak akan mampu mendapat nilai sempurna, pasti juga akan menampilkan sesuatu yang aneh pula. Dan rasanya asin, asam, manis, pahit, atau gurih? Lucu. Rasanya memang lucu. Namun, dengan ini muncul suatu pertanyaan retoris. Atas dasar apakah aku bisa seperti ini? Penasarankah? Atau memang aku merasakan bahwa pelangi ada di matamu? Yang tau jawabannya memang hanya aku. Dan tak akan kutuliskan diantara untaian huruf dalam kertas ini, jawaban itu akan aku simpan dalam hati. Biarlah kusimpan saja. Mungkin itu lebih baik.
0

Penasarankah aku?


Aku memang bukan seorang pembaca hati yang ampuh. Yang dapat membaca dengan mudahnya apa yang sedang dirasakan orang lain melalui matanya, sikapnya, kata-katanya dan semua hal tentangnya. Aku bukan seorang yang unggul dalam rasa peka. Yang mampu menanggapi dengan tepat apa yang memang seharusnya aku lakukan apabila mengalami semua hal ini dan semua hal yang berkaitan dengannya denganmu. Mungkin aku memang seorang yang egois, berlaku sesuai dengan apa yang dilakukan oleh diriku. Sekali lagi oleh diriku, bukan hanya oleh hatiku saja ataupun otakku saja. Sebab, suatu waktu hati dan otakku tak mampu untuk bekerja secara sinkron. Jadi aku mengatakannya secara global saja, oleh diriku. 
Dan suatu waktu apabila dirinya dirimu bertingkah sedikit aneh kepadaku. Kepekaan diriku (sekali lagi bukan hatiku saja ataupun otakku saja) yang mungkin bila masuk dalam jawaban soal tak akan mampu mendapat nilai sempurna, pasti juga akan menampilkan sesuatu yang aneh pula. Dan rasanya asin, asam, manis, pahit, atau gurih? Lucu. Rasanya memang lucu. Namun, dengan ini muncul suatu pertanyaan retoris. Atas dasar apakah aku bisa seperti ini? Penasarankah? Atau memang aku merasakan bahwa pelangi ada di matamu? Yang tau jawabannya memang hanya aku. Dan tak akan kutuliskan diantara untaian huruf dalam kertas ini, jawaban itu akan aku simpan dalam hati. Biarlah kusimpan saja. Mungkin itu lebih baik.
0