Hujan diluar. Berbaris jatuh di kening. Ia ingin berbagi dinginnya malam denganku. Tapi maaf saja, aku tidak tertarik dengan jatuh air malam ini, sebab kuyakin hal itu hanya menyisakan perih di kulit dan sakit di kepala.
Napas lega kuhempas begitu memasuki rumah. Langsung kutuju kamarku tersayang. Di peraduanku itu aku terhenyak kembali. Aku sedang menanti. Yang kuharapkan tak kunjung datang. Aku ingin memulainya terlebih dahulu. Namun, posisiku sebagai seorang wanita mengusikku. Akankah aku menyingkirkan gengsi ini dari hatiku. Argh. Tidak, tidak bisa, aku bukan seorang yang mudah seperti itu. TT
Argh. Kuhempas wajahku menutup bantal. Mencoba menghilangkan dilemma ini dari hatiku. Inginku memulai, menghubunginya, dan berbicara banyak dengannya. Ingin ku menulis dan berbagi cerita dengannya.
Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan semua itu. Aku tak tahu.
Detik jam melamunkan pikiranku akan penantian ini. Namun, tiba-tiba handphone ku bergetar. Astaga, ada dia. Senyum tersungging di wajahku. Aku sungguh senang. Aku larut dalam cerita malam ini dengannya. Aku berpikir, mungkinkah dia tahu apa yang aku pikirkan? Mungkinkah dia tahu apa yang aku rasakan? Mungkinkah dia akan membagi rasanya untukku? Mungkinkah?
Hanya puluhan kata mungkin membayang-bayangiku. Kenapa? Karena aku tidak tahu bagaimana semua kebenaran ini. Aku tidak tahu. Dia seperti mendung. Mendung sebagai pertanda turunnya hujan. Namun, belum tentu mendung itu akan menurunkan hujan disini, kadang mendung hanya bermain-main di atas langit, mempermainkan para insan mengintermesokan hujan akan turun, padahal ia tidak turun. Sulit sekali untuk menebak posisinya. Sulit sekali menebak hatinya. Mungkinkah di hatinya ada aku? Hah. Aku tidak tahu. Ya, dia seperti mendung yang belum tentu akan menurunkan hujan dihatiku.

0 komentar:
Posting Komentar