Apakah aku pembawa sial? Atau orang
yang tidak beruntung? Atau entah apalah itu namanya.
Seseorang menyebutku sebagai orang
yang tidak bejo. Segala sesuatu di awal yang seperti terlihat begitu mudah untukku
selalu meninggalkan sebuah kesan keburukan atau kesan kesialan untukku.
Terlalu kasarkah aku menyebutnya
sebagai kesialan? Atau sandungan hidup? Atau lika liku kehidupan seperti di
awal? Aku ingin menulis banyak. Tapi terlalu banyak yang ingin aku ungkapkan
mengenai kerikil-kerikil ini sampai aku bingung bagaimana harus menyusunnya. Kalimatku
berantakan. Diksiku kacau. Sebentar, memangnya pernahkah aku punya diksi dan susunan kalimat yang rapi? Jangan mimpi.
Ya, benar. Aku merasa kacau. Menangis
setiap hari sebagai sebuah luapan pun hanya meninggalkan suatu kesadaran kalau
aku harus berhati-hati. Beban hidup itu besar, kawan. Tapi jangan salahkan
Tuhan, semua ini berawal dan berakhir dari pilihanmu sendiri. Lalu, bagaimana
dengan hal yang terjadi namun itu semua di luar kemampuanku? Di luar pilihanku?
Bukankah tak ada satu kebetulan pun di luar kuasa Tuhan? Kutarik napas, sadar. Tetap. Semua
salahku.
Aku tidak bisa menjelaskan satu
persatu apa yang terjadi. Biarlah aku mengingatnya kemudian berangsur lupa. Di akhir
kalimat ini akhirnya aku tahu, aku kurang bersyukur. Aku kurang berusaha. Kurang
berusaha untuk merasa sakit yang lebih lagi kah? Sakitnya terasa menjalar dari
tengah dada hinggu rongga perut. Hey, dimana kupu-kupu? Ahh Sudah. Cukup sekian.
Aku berantakan. Jangan pahami, sampai kapan pun kau tak kan mengerti apalagi mencoba
peduli.
0 komentar:
Posting Komentar