Malam ini aku kedinginan, sakit perut, kelaparan (hehe). SUKSES. Sakit perut ini mengingatkanku saat bulan September tahun lalu. Rasanya seperti mau mati.
Waktu itu bulan September. Saat itu kebetulan Bapak mengikuti PLPG ke Klaten. Di rumah hanya tinggal aku dan Ibuku.
Hari pertama, kebetulan hari Senin. Aku ingin belajar prihatin dengan puasa senin kamis. Hari Senin aku mencoba untuk puasa dan lupa sahur karena kesiangan. Aku tidak pernah berpikir bahwa lambungku ini akan membawa “sesuatu” untuk seminggu kedepannya waktu itu.
Senin
Pelajaran demi pelajaran berlalu, aku masih merasa baik-baik saja. Pukul setengah dua belas, kepalaku mulai terasa sakit. Bukan pusing, tapi sakit. Namun kubiarkan saja. Kebetulan minggu-minggu ini kelasku sibuk untuk menyiapkan seminar kelas. Aku sebagai sekretaris bersama ketua kelas membuat dan melengkapi surat-surat hingga jam 4 sore. Dan saat itulah sakit kepala ini semakin menjadi bahkan mulai membuat tubuhku lemas. Sesampainya di rumah, karena hanya ada aku dan ibuku, kami sepakat untuk membeli nasi kucing saja untuk buka puasa. Setelah berbuka, entah kenapa mendadak lemas dengan sakit kepala yang terus menusuk. Ibuku mulai khawatir. Aku merebahkan diri ke tempat tidur, lemas, ibuku terus saja khawatir dengan menanyakan keadaanku, namun lucunya aku tidak jelas mendengar apa yang ibuku katakan, aku tidak sadar.
Malam itu gerimis, pukul setengah Sembilan malam, ibuku menelpon dokter langganan kami, ternyata beliau sedang keluar kota. Haha, kebetulan sekali. Nha, disini kesalutanku terhadap ibuku muncul, beliau segera mengambil tindakan membawaku mencari dokter malam itu, aku yang lemas hanya menurut saja.
Kami mengendarai motor, aku dibelakang tentu saja, gerimis yang turun menyertai tangisanku di punggung ibuku, belum pernah aku mengalami seperti ini. (Bapakk kangen bapakk)
Di tempat dokter aku didiagnosis sakit maag. Perutku dipencet-pencet. Astaga, sakeett dok.
Selasa
Sebenarnya pagi ini aku merasa sudah baik-baik saja. Tapi karena aku sedikit males untuk sekolah. Aku minta ijin sajalah. Hehe.
Belum berakhir, aku belum baik-baik saja ternyata. Awalnya, aku memang merasa baik-baik saja, namun beberapa jam kemudian aku kembali melemas. Seakan peredaran darahku berjalan lambat, pandanganku kabur, dan rasanya seperti kekurangan oksigen, aku hanya bisa berbaring di tempat tidur. Hal ini terus berulang, aku bisa merasa sehat baik-baik saja lalu melemas dengan tiba-tiba.
Rabu
Berbeda dengan hari kemarin, hari ini aku benar-benar lemas. Namun karena hari ini aku ada ulangan Biologi, aku memaksakan diriku untuk berangkat sekolah.
Sampai di kelas, teman-teman mulai bertanya. “kamu kenapa, Nna? Kok pucet dingin gitu.” Jawabku hanya senyum dan berkata, “gak papa.”
Seharian aku memang mengikuti pelajaran, tapi sama sekali tak bisa menangkap pelajaran hari itu. Dan lihat saja, catatanku bersih, tak tau kenapa, tangan dan tubuhku terus saja bergetar, membuatku lemas dan tak sanggup untuk menulis. Bgaimana ulangan Biologinya? Karena memang tak bisa belajar dengan kondisi seperti ini semalam, nilaiku cuman 65. Hiks. Tau gitu gak usah masuk.
Kamis
Pagi aku bolos sekolah, ibuku membawaku ke Puskesmas untuk cek darah. Ibuku khawatir aku mengalami tipus, demam berdarah, apa malaria gitu. Yaa ampun ini pertama kalinya aku cek darah pake jarum suntik. Hiks. Malu-maluin banget, gak berani ngeliat jarum suntik.
Siangnya aku berangkat sekolah, untuk apa jal? Tentu saja untuk ulangan Biologi lagi. Geje gak sih, berangkat sekolah kok jam 10. --" Sama seperti kemarin, sepanjang masuk gerbang sekolah sudah ditanyain guru, “Kamu kenapa?Kok pucat sekali.”
Oiya, ulangan biologinya juga Cuma dapet 75. Yaa ampun, tau gitu bolosnya tadi sampe siaaanng.
Sewaktu pulang sekolah, hasil lab sudah keluar. Dan semuanya normal, aku tidak menderita tipus, malaria atau pun DB. Yang mencolok di kertas itu, haa leukositku di bawah normaaal.
Nha, di kamis malam ini aku merasa puncak dari segalanya…
![]() |
| Waktu Lemes Masih bisa Mejeng |
(Bersambung)
