Sepanjang siang aku menyusur. Melihat jalan depan beriring terik siang menusuk kulit. Dalam hati aku bersenandung, “.. dan aku mulai bertanya dalam hatiku sendiri…”. Lagu sendu yang sedikit mendinginkan kepalaku siang ini.
Sepanjang jalan pulang aku berpikir. Aku ingin bercerita, aku ingin menulis, tapi hal apa yang akan ku tulis? Namun, segera saja aku mendapatkan suatu hal atas muculnya tulisan ini sesampainya aku menyalakan tivi di rumah.
A crazy little thing called Love. Sebuah film Thailand yang sudah ganjil tiga kali ku tonton. Bedanya, film kali ini tadi diputar di televisi.


Kenapa aku ingin menulisnya? Sebab, rasa yang sama selalu muncul di film itu. Miris dan menyayat. Sebuah film sederhana yang memperlihatkan besarnya pengaruh kekuatan cinta. Kekuatan cinta yang mampu mengubah
Nam menjadi seorang gadis cantik dan pandai.
Nam yang tadinya hanya memendam rasa kepada
Shone, memang pada akhirnya menyatakan cintanya. Nyatanya, sungguh menyakitkan ketika ternyata
Shone sudah berpacaran dengan
Pin. Adegan pengungkapan cinta ini yang paling menarik diantara adegan-adegan lain menurutku.
Nam kasian sekali, ia tercebur ke kolam renang dengan air mata yang terus mengalir dari kedua matanya. Ketegarannya dengan keluar dari kolam renang tanpa menyentuh tangan
Shone sungguh mengagumkan.
Untunglah film ini happy ending. Shone ternyata juga menyimpan rasa pada Nam. Mereka saling setia menunggu dan akhirnya dapat bersatu setelah Nam pulang dari Amerika.
Cerita film ini mengingatkanku dengan hari kemarin.
Saat itu, aku berjalan menuntun seekor kuda. Ayah dan Ibuku sudah melangkah lebih dulu ke depan. Mereka menunggangi kuda mereka masing-masing dan berjalan beriring. Kami melewati sebuah jembatan panjang dan melingkar. Entah kenapa, aku lebih senang berjalan kaki dan menuntun kudaku. Mengelus wajahnya dan menuntunnya pelan.
Tiba-tiba saat aku berjalan, jembatan itu putus dan secara spontan aku mendengar bunyi lonceng. “Kring kring..” Aku kaget dan membuka mataku. Ternyata ini mimpi.
Berat rasa kelopak mata ini terbuka. Sinar mentari yang masuk berbaris kecil memberi tanda bahwa hari sudah menjelang sore. Di antara ketidaksadaranku terbangun dari alam mimpi ini, sayup kudengar suara dari arah pintu depan. Seseorang berkata, “Ada?” . Sepertinya aku mengenal suara itu.
Lalu dengan terhuyung langsung kuberlari ke arah depan. Dengan kelopak mata yang setengah terbuka, rambut berantakan, pakaian seadanya dan aku pun yakin wajahku pasti tak karuan. Aku bertanya, “Ada apa?”.
Mereka menghampiriku, mengajakku duduk dengan kesetengahsadaranku dan wajah ayub-ayuben-ku. Jujur, aku tidak bisa membuka kelopak mataku saat itu. Mereka mengutarakan maksud mereka. Awalnya aku tak bisa menangkap dengan jelas. Lalu aku ijin kebelakang untuk sekadar membasuh wajah dan berganti pakaian.
Aku kembali ke ke tengah mereka berdua. Mereka kembali bercerita meminta bantuan. Aku mendengarnya hingga selesai dan tersenyum. Lalu berkata, “Oke, ayo pergi.”
**
Setibanya di suatu tempat yang kami putuskan. Kami bertiga menyusur almari-almari kaca. Mengamati satu persatu. Mana yang kami cari? Mana yang menarik hati? Mana yang indah?
“itu?” aku mencoba mengutarakan pendapatku. Ia pun setuju. Telah kami dapat di tempat ini, “bunga putih bermata” . Aku tersenyum, mereka tersenyum.
Untuk mencari yang kedua ini cukup sulit. Telah beberapa tempat kami hampiri. Lalu di tempat terakhir, kami pun mendapatkannya. Rajutan indah karya Sang Pencipta Keindahan. “Bermahkota Putih”.Satu hal ini benar-benar menarik perhatian mata dan hati kami bertiga. “Indah sekali.” Kataku. Kulihat mereka mengangguk, pertanda setuju akan ucapanku.
Usai sudah perjuangan siang ini. Setelah aku “diculik” dari tidurku dan membantu mereka dengan masing-masing rasa mereka. Satu kalimat dariku, “Selamat berjuang kawan…”
Dengan seulas senyum melihat lambaian tangan mereka setelah mengantarku kembali pulang ke rumah, hatiku berbisik, “........................”.
**
Begitulah ceritanya. Di pagi ini aku menanyakan kabar dan mereka tersenyum. Dengan membaca senyum mereka, aku tahu dan yakin mereka telah berhasil. Puji Tuhan.