Disini tertulis segala hal yang menjadi bagian dari goresan di atas kertas kehidupan sebagai sketsa dari gambar yang membentuk diriku.

Jumat, 30 Desember 2011

Bahkan Aku Tidak Berani Untuk Melihat Ujung Matanya!


Satu tahun, dua tahun, dan mungkin ini sudah hampir tiga tahun. Jelas bukan waktu yang pendek. Daerah demi daerah tersusur. Waktu demi waktu terukur. Manusia demi manusia terbendung. Berlabuh di hati masing-masing. Namun, bayangnya tak begitu saja menghilang dari benak dan otakku. 

Ada kalanya aku mampu untuk melenyapkan dia dari pandangan semu otakku. Sayangnya, entah kenapa setiap detail hal kecil mampu mengingatkan aku padanya. Aku tahu, ini bukan hal yang baik. Mengingat, melihat, dan mengharapkan sesuatu yang telah berlalu untuk kembali terulang. Jelas itu hal mustahil. Haha, namun senormalnya manusia aku tidak munafik, aku seringkali ingin untuk bisa mengulang setiap waktu indah untuk bisa terkias dan terlukis kembali agar kenangan-kenangan itu tidak mudah untuk terhapus dan dapat terkenang selalu. 
Siang ini, di bawah teriknya matahari, kupoles wajahku, mataku dan bibirku agar bisa menjadi sedikit lebih indah. Aku tersenyum di depan cermin, berharap nantinya akan menjadi moment kenangan terakhir untuknya. Benar-benar moment terakhir dalam posisi seperti ini. 

Sesampainya di tempatnya, aku sudah melihatnya duduk bersama kapal di pelabuhan terakhirnya. Suara music-musik di sekelilingnya yang menggema tidak mampu mengalahkan degup jantungku yang begitu bergenderang di dalam rongga dada ini. Senyum kupaksakan untuk tersungging. “Aku kuat, aku kuat, aku bisa.” Berkali-kali kata itu kuucapkan dalam hati.

Step by step aku berjalan. Dekat, mendekat, dan semakin dekat. Dia dan kapalnya melihatku. Berdiri lalu menyunggingkan senyum yang begitu manis. Begitu juga dengan kapal di sebelahya yang begitu megahnya dan indah. “Semoga Bahagia”. Kata terakhir di siang ini yang kuucapkan padanya. Aku tersenyum. Berjalan, menunduk,  duduk dan mencoba untuk selalu menghindarkan arah pandangan ini kematanya. Aku tidak bisa ! aku tidak berani menatapnya! Aku benci matanya !

Dan di malam ini, yang ingin ku katakan kepadamu, “Jangan rindukan aku, jangan hubungi aku, jangan ingatkan aku tentangmu, lupakan aku, aku akan melupakanmu, dan doaku semoga kau bahagia selau, Tuhan memberkati.
0

Kamis, 29 Desember 2011

Dimana Ketulusan?

Untuk sebelum-sebelumnya aku hanya ingin menjadi teman yang baik. Teman yang mau berteman dengan siapa saja tanpa melihat posisi dan statusnya. Namun sekarang terpaksa aku harus mengubah kebiasaanku itu. Aku kira itu baik, namun ternyata itu mudah sekalii dimanfaatkan oleh mereka yang tidak berpegang dengan ketulusan. Mungkin karena aku gendut jelek ugly mereka menjadi mempermainkanku begitu saja.
Aku kira dengan kita teman sekelas saja pasti sudah sangat terbuka dan berpegang pada ketulusan dan keikhlasan untuk saling berteman. Aku tidak sampai mengira sejauh ini, sejauh mereka memamerkan kedekatan seseorang dengan diriku, yang buruk ini.
Menyaksikan semua ini, inginku marah, inginku mengumpat, inginku menangis. Aku benci, mengasihani diri yang begitu saja mudah dipermainkan.
Sebelum-sebelumnya, aku tenang dan senang-senang saja menerima kalian, namun sekarang aku menyesal.
Aku lebih tertarik memperhatikan hujan di luar daripada handphone yang berkali-kali berdering, memberi pertanda pesan masuk. Pesan dari kalian. Hujan lebih mengerti perasaanku,  dia turun ketika hatiku menangis.
Apa? Aku mudah dipermainkan? Iya? Oh, begitu. Terimakasih ya, rasanya sakit.
0