Sudah lama aku tidak memulai dan berniat untuk menulis, dan hari ini -malam ini- aku mencoba untuk merangkai kata untuk menggambarkan apa yang aku rasakan. Aku bukan seorang yang mudah untuk mengungkapkan apa yang ingin aku katakan di media sosial. Aku takut orang lain akan berpikir atau bertanya-tanya tentang aku. Hah.. padahal orang lain pun tak peduli kepadaku. Hanya aku yang terlalu mengkawatirkan mereka. Ya, ini aku. Seperti ini lah aku.
Terbawa rasa baper pengaruh PMS seorang wanita, entah kenapa semua perasaan menjadi muncul. Aku bukan seorang yang mudah untuk mengungkapkan segala sesuatu yang kurasakan. Mungkin orang melihat aku tertawa, aku tersenyum, aku diam, aku diam, dan aku diam. Ya, aku lebih sering diam. Aku pendiam. Aku bukan gadis istimewa yang dapat mengucapkan segala sesuatu tanpa berpikir. Aku sangat berhati-hati dalam berkata. Aku kuatir perkataanku dapat menyakiti orang lain. Lebih takutnya aku takut kehilangan. Sudah pendiam, tak punya kawan, apalagi sampai menyakiti hati orang lain. Aku takut. Aku takut kehilangan.
Kadang aku merasa kalau mungkin ESQ ku bernilai rendah sekali. Aku kurang mampu bersosialisasi dengan orang banyak. Siklus perjalanan hidupku membawaku bertemu dengan sedikit orang yang berlabel sahabat . Ya.. sahabat. Sahabat dekat yang kata orang merupakan seorang yang tak akan meninggalkanmu ketika 1000 orang pergi meninggalkanmu. Aku takut apakah aku harus mempercayai itu. Aku punya sahabat dalam siklusku yang lalu, namun... kami bertemu hanya dalam waktu tertentu. Bercerita berjam-jam. Menceritakan diri kami masing-masing, mendengarkan dirinya bercerita, hanya sebatas itu. Lalu kami pulang ke rumah masing-masing dan sudah. Bagaimana? Haruskah aku percaya akan hal itu?
Bahkan, kepada sahabatku pun aku tidak bisa bercerita dan meluapkan diriku sepenuhnya. Aku tidak percaya kepada siapa pun. Aku tidak bisa mempercayai siapa pun. Kepada mereka masing-masing aku hanya mengungkap sebatas apa yang ingin mereka tahu saja. Hanya kepada Tuhan aku bisa mengungkapkannya, dengan ungkapan hati dan tetesan air mata, terkadang itu cukup menenangkan aku.
Entah, haruskah aku berubah? Aku kawatir.